Dikucilkan AS, Iran Malah Dapat Banyak Keuntungan, Investasi Asing Senilai Rp 1.000 Triliun Lebih Telah di Tandatangani


Resistensi.id – Pemerintah Iran mengatakan bahwa pihaknya telah menandatangani MoU senilai lebih dari US$ 80 miliar atau Rp 1.196 triliun (kurs Rp 14.950) dengan pihak asing untuk pembiayaan proyek minyak.
Hal ini terjadi saat negara itu masih jatuh dalam sanksi Amerika Serikat (AS) akibat program nuklirnya.

Wakil Menteri Perminyakan Houshang Falahatpour mengatakan bahwa Teheran saat ini sedang fokus untuk memperkuat sektor perminyakan. Di dalam negeri saja, beberapa perusahaan yang tidak fokus dalam perminyakan diminta untuk ikut berinvestasi dalam sektor ini.

“Oleh karena itu, kami mengarahkan modal bank dan kepemilikan besar negara ke industri minyak. Misalnya, kami membuka pintu bagi pembuat baja untuk berinvestasi dalam pengembangan ladang gas,” ujarnya kepada kepada kantor berita Fars yang dikutip Al Mayadeen, Selasa (4/3/2023).

Untuk kontrak dengan pihak asing, Falahatpour mengungkapkan bahwa dari angka yang ditandatangani, lebih dari US$ 5 miliar atau Rp 74,75 triliun telah dikonversi menjadi kontrak. Sisanya akan menyusul.

Teheran memperkirakan bahwa negaranya adalah pemegang gabungan cadangan minyak dan gas terbesar di dunia. Pada tingkat pemulihan saat ini, Iran diramalkan dapat terus menghasilkan sumber daya hidrokarbon itu untuk satu abad ke depan.

Menurut Falahatpour, Republik Islam itu berusaha menutupi kekurangan di bidang investasi dengan memaksimalkan penggunaan kapasitas domestik dan mengembangkan hubungan dengan negara tetangga dan Asia.

“Negara perlu menginvestasikan US$ 89 miliar (Rp 1.330 triliun) untuk minyak dan US$ 71 miliar (Rp 1.061 triliun) untuk gas. Dengan investasi ini, kapasitas produksi minyak akan mencapai 5,7 juta barel dan kapasitas produksi gas mencapai 1,5 miliar meter kubik per hari,” katanya kepada kantor berita Iran, IRNA.

Pengungkapan terkait potensi luar biasa ini datang kurang dari sebulan setelah Menteri Perminyakan Iran Javad Owji menuturkan ekspor minyak Teheran telah mencapai tingkat tertinggi dalam empat tahun terakhir di tengah sanksi sepihak yang diberlakukan oleh AS.

“Kami mengekspor 83 juta barel minyak lebih banyak sejak 21 Maret 2022 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini berarti 190 juta barel minyak lebih banyak diekspor dibandingkan periode Maret 2021 hingga Maret 2022,” kata Owji.

Adapun, sejak Iran memperoleh otonomi penuh setelah revolusi 1979, negara itu telah menjadi sasaran sanksi berat yang dijatuhkan oleh Barat.

Sanksi berat kembali dijatuhkan pada 2018 setelah AS menarik diri kesepakatan nuklir Iran 2015. Tercatat, Negeri Paman Sam menerapkan kembali sanksi sepihak yang keras untuk menghantam ekspor serta pendapatan minyak Iran, dengan hanya beberapa negara yang membeli minyak mentah dari Tehran.

Dengan adanya tekanan ini, Teheran pun sekarang sedang membangun hubungan dekat dengan rival AS seperti China dan Rusia. Bahkan, Iran telah mendaftarkan diri untuk bergabung dengan aliansi dagang BRICS yang diikuti Beijing dan Moskow.

Sumber : Mayadeen

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *