OPERASI BADAI AL-AQSA Fase Pertama: Mental Israel Hancur

“Seperti biasa Israel memulai jurus andalannya; blokade penuh, mematikan listrik, suplai air, suplai logistik makanan, dan bombarder Gaza yang tidak memilah target, umumnya warga sipil jadi korban. Sampai saat ini lebih dari 1000 ton bom telah dijatuhkan, termasuk bom phosphor yang dilarang PBB.”

Resistensi.id – Operasi Badai al-Aqsa dimulai pada Sabtu Pagi, 7 Oktober 2023 dan sampai saat tulisan ini dibuat masih berjalan dan tampaknya tidak ada tanda perang ini akan cepat berakhir justru bisa meluas.  Palestine Resistance Forces yang berbasis di Gaza terdiri dari Hamas dengan sayap militernya Brigade Qassam, Jihad Islam dengan sayap militer Brigade al-Quds, PFLP dengan Brigade Abu Ali Musthafa dan Palestine Resistance Group (Muqawama Palestine). Operasi militer yang dipimpin oleh Hamas ini menghadapi IDF ini bertujuan membuka blokade Gaza dan menjaga kesucian Masjidil al-Aqsa dengan menyerang lebih dari 50 basis militer dan post-post militer Israel. Operasi pejuang Gaza ini cukup berhasil  bahkan sukses menguasai beberapa pangkalan militer dan menahan ratusan tentara dan sipil yang ingin digunakan untuk menukar tawanan Palestine di penjara-penjara Israel.

Seluruh dunia tercengang dan shock berat bahkan Israel merasa seperti mimpi di siang bolong. Ini tampak dari rapat kabinet pemerintah Zionist Israel dan IDF sampai 15 jam operasi berlalu baru mengambil keputusan memanggil 90,000 tentara cadangan dan sampai akhirnya IDF memanggil 300,000 tentara cadangan untuk antisipasi eskalasi perang.

Seperti biasa Israel memulai jurus andalannya; blokade penuh, mematikan listrik, suplai air, suplai logistik makanan, dan bombarder Gaza yang tidak memilah target, umumnya warga sipil jadi korban. Sampai saat ini lebih dari 1000 ton bom telah dijatuhkan, termasuk bom phosphor yang dilarang PBB. Sudah dipastikan seperti perang sebelumnya, korban sipil terutama wanita dan anak-anak lebih besar jumlahnya. Israel mengebom pasar, perumahan, masjid, rumah sakit termasuk Rumah Sakit Indonesia dan sekolah PBB. Target yang ditentukan oleh pemerinah Israel adalah menghancurkan pemerintahan HAMAS di Gaza. Apakah target IDF akan berhasil ataukah akan mengulang hasil dari perang sebelumnya dimana Gaza semakin kuat setelah perang?

Jika mengaca dari hasil perang sebelumnya dan success story fase pertama Operasi Badai al-Aqsa tentu Israel akan menemui jalan buntu dan hasilnya akan semakin parah bagi Israel. Namun konferensi IDF terlihat percaya diri setelah koordinasi dengan US Central Command dan NATO, karena fase awal kekalahan dianggap sekedar kecolongan semata, dan Israel belum mengerahkan seluruh kekuatan. Kapal Induk terbesar di dunia, USS Gerarld R.Ford sudah merapat ke Mediterania Timur siap membantu memenangkan Israel.

Semua pakar militer dan intelligent di dunia sepakat Israel kalah telak pada fase awal Operasi Badai al-Aqsa. Ketercengangan dan kekagetan mereka atas operasi ini menandakan kekalahan itu sendiri. Bahkan Israel secara tidak langsung juga mengakui kalah dan ini tampak dalam rapat kabinet pertama Netanyahu yang salah satunya membentuk tim investigasi dan evaluasi atas kegagalan gabungan semua intelligent dalam mengantisipasi adanya serangan yang sangat mempermalukan rezim zionist Israel. Hal yang wajar karena konsekuensi kekalahan adalah eksistensi Israel itu sendiri. Diakui secara resmi atau tidak, bahkan diawal rapat kabinet Zionist, Benjamin Netanyahu telah menyerahkan pemerintahan darurat secara tidak resmi kepada Jenderal Beny Gant sebagai respond untuk bertahan dan membalikkan keadaan dan keputusan itu sebagai bukti pengakuan kekalahan.

Kekalahan Israel diawali dari gagalnya deteksi dini adanya persiapan pejuang Palestina di Gaza. Gaza adalah wilayah sempit sekitar 365 kilimeter persegi. Setiap orang di Gaza dibawah pengawasan penuh, penyadapan, dimonitor oleh intelligent aktif dan tentara Israel di perbatasan dan setiap check point. Banyak pakar intelligent menilai Unit 8200 Intelligent Israel adalah yang tercanggih di dunia. Unit ini menghabiskan milyaran dollar untuk mendesign kemampuan mengumpulkan data intelligent dengan mengambil lalu lintas setiap data digital yang masuk keluar Gaza, panggilan telepon, sms, email, whatsup, telegram dan semua social media dll. Menurut Scott Ritter, Gaza juga tempat yang paling banyak di foto di planet ini dengan menggunakan citra satelit, drone, CCTV. Setiap meter tanah di Gaza diperkirakan difoto setiap 10 menit. Tentu saja data ini sangat banyak diluar kemampuan manusia untuk menganalisa, itulah kenapa Unit ini juga mengembangkan AI dan membangun algoritma canggih untuk memproses big data melayani kebutuhan intelligent. Dengan kecanggihan dukungan data, Israel percaya diri memenangkan pertempuran dan pada operasi militer terakhir tahun 2021.

Seluruh badan intelligent dunia kagum dan memimpikan memiliki kapasitas intelligent seperti yang dimiliki oleh Israel. Banyak yang kagum dan belajar pada  Israel dan mengadopsinya, namun aneh kenapa gagal membaca indikator pergerakan dan Operasi Badai al-Aqsa 7 Oktober 2023. Kalau kita mau jujur, unit intelligent pejuang Palestine Resistant Forces superior mengalahkan mengalahkan Unit 8200 dan gabungan intelligent Israel. Beragam komentar pakar intelligent luar dalam mengomentari terbakarnya organisasi intelligent Israel; “Disaster, Havoc, Broken, Dead, Perish” sebuah gambaran yang kadang tidak bisa dipahami oleh orang awam seperti kita. Bagi para pakar ini intelligent yang rusak seperti orang buta yang mau berperang dan kekalahan ini merusak mental seluruh personil militer Israel. Kabinet Israel terjebak dalam situsi yang sangat sulit, karena butuh waktu untuk reorganisasi dan pada saat yang sama kondisi yang memaksa untuk berperang. Keyakinan Yahudi yang superior dan pasti menang juga menambah beban psikologis bagi militer dan warga Yahudi, kekalahan fase awal perang ini sangat-sangat memukul mental warga Israel, itulah kenapa Bandara dipenuhi orang Yahudi yang ingin keluar dari Israel. Apakah memang kondisinya separah itu, tentu kita akan melihat perkembangan perang ke depan apakah solidaritas sekutu Israel bisa memulihkan kondisi mental Israel.

Faktor kemenangan Palestine di fase awal, secara sederhana, kita bisa membaca, Unit Intelligent Palestine Resistance Forces di Gaza memiliki sistem koordinasi dan komunikasi yang bisa menghindari atau mengelabuhi deteksi intelligent Israel. Padahal operasi fase awal yang diakukan oleh pejuang Palestine seperti digambarkan oleh The Guardian seperti main film membutuhkan latihan dan simulasi perang berbulan-bulan tapi memang sangat aneh tidak bisa terdeteksi. Kemudian Israel juga tidak mampu mendeteksi semua pergerakan pasukan Palestine Resistance Forces. Tidak lama sebelum penyerangan terhadap semua instalasi militer Israel dan military chek point dan ambil alih beberapa kota, pada tanggal 7 Oktober, pejuang Palestina mengerahkan MLRS-multy launch rocket system, pasukan darat, paraglider dan peralatan lainnya. Karena persiapan perang pejuang Palestina tidak terdeteksi maka preemtive strike tidak dilakukan oleh Israel.

Sistem alrm dan signal di perbatsan tidak bekerja. Sistem elektronik dan peralatan di perbatasan Gaza dengan investasi milyaran dolar tidak berguna. Kamera dan sensor yang massif tidak bisa mendeteksi dan tidak mengirmkan sinyal apapun terhadap serangan pejuang Palestina, termasuk juga patroli tentara yang sangat dekat tidak bisa mengirim pesan apapun.  Drone Palestina sangat mudah menyerang altillery otomatis dan tower sensor dan pasukan Palestina dengan santai meledakkan pagar kawat besi dan melintasi perbatasan.

Tidak ada yang mencoba menyerang pejuang Palestina. Dan karena ini semua pasukan Palestina menyerang beberapa post militer dan pangkalan militer bahkan ketika tentara Israel sebagian masih tidur. Ratusan tentara Israel mati atau tertawan bahkan Jenderal Israel diambil dari tempat tidurnya saat pakai kaos oblong dan celana pendek. Sedangkan pihak Palestina, hanya satu pejuang yang terbunuh saat operasi hari pertama. Dalam video viral juga diperlihatkan Merkava Mk.4 tank dihancurkan oleh FPV drone yang menyerang bagian yang tidak terlindungi dari atas. Pada saat yang sama trophy sistem perlindungan aktif tidak bekerja. Salah satu potongan video juga memperlihatkan, serangan terhadap tank Merkava dan operator tank dikeluarkan pejuang Palestina dan senjata otomatis masih tertutup. Ini menunjukkan personil yang belum siap dan panik karena mungkin dipaksa maju oleh komandannya. Hasilnya pasukan Israel seperti bodoh dan tidak profesional

Ada memang yang disembunyikan oleh Israel pada fase awal Opreasi Badai al-Quds. Palestine Resistance Forces bukan hanya menyerang darat, laut dan udara, mereka pada saat bersamaan melakuan serangan cyber pada infrastructur telekomunikasi dan sistem surveillance CCTV seluruh wilayah Israel. Ini mungkin sedikit bisa menjawab kenapa tidak ada sinyal warning dan komunikasi dari tentara Israel di check point dan markas militer, pada saat yang sama unit intellegent militer Palestine mampu membangun sistem komunkasi dan koordinasi mandiri yang belum bisa dilacak dan dibaca Israel. Artinya sistem contingency tidak berjalan ketika terjadi serangan cyber pada instalasi Unit 8200. Karena canggihnya operasi ini bahkan komentator geopolitik seperti Pepe Escobar membuka kemungkinan ada kesengajaan dari intelligent Israel untuk perang yang lebih besar dikawasan Asia Barat. Tapi kemungkinan ini sangat kecil dan sulit karena organisasi intelligent Mossad melibatkan puluhan ribu personil dan tidak mungkin semuanya diam juga kontrol media yang bebas di Israel bisa membuat semua berkicau dan menjadi bumerang.

Operasi Badai al-Aqsa menggunakan taktik yang tidak terduga. Berbeda dengan asumni atau kesimpulan intelligent Israel sebelumnya bahwa pejuang Palestina menghindari benteng militer dan post militer, namun jusru Pejuang Palestine menyerang langsung post-post dan pangkalan militer dimana altillery berat ada di dalamnya termasuk tank dan armour vehicle dll. Justru yang tidak masuk akal, pejuang Palestina tidak menggunakan tank dan armour vehicle yang mereka kuasai di pangkalan militer Israel. Alasan tidak familiar tentu bukan alasan karena ketika memang harus menggunakan tank sitaan pejuang Palestina pasti sudah mempersiapkan sebelumnya atau mereka bisa membajak tentara Israel untuk mengemudikan. Alasan yang masuk akal, pejuang Palestine ingin mobilitas yang cepat dan tidak menarik perhatian dengan mobil sipil biasa.

Fenomena kepanikan di kota-kota perbatasan mengindikasikan Israel homeland dan civil defence tidak siap. Homeland security telah memberikan petuah dan arahan; semua penduduk dan komunitas yang siap tinggal di perbatsan jalur Gaza harus punya persiapan sendiri jika konflik berkecamuk. Bahkan pada dasarnya semua laki-laki dan wanita mengikuti wajib militer, bersenjata dan menjadi anggota organisasi civil defence. Meski begitu evakuasi penduduk adalah bagian dari prosedur ketika situasi mengharuskan. Namun aneh bin ajaib, tidak ada sistem peringatan dan evakuasi yang terorganisasi. Pertahanan sipil dan polisi yang lemah sehingga mudah dikuasai dalam serangn mendadak oleh pejuang Palestina. Bahkan pemerintah Israel mengumumkan evakuasi sehari kemudian. Homeland security jika disalahkan pasti akan berseloroh, bagaimana kami siap sedangkan markas militer saja tidak siap.

Ada perbedaan koordinasi antara Israel dan pejuang Palestina. Sampai pada Sabtu Sore 7 Oktober, pemerintah Zionist belum menentukan respon terhadap serangan tentu karena informasi intelligent yang masih sedikit kecuali perlawanan dari tentara dan polisi Israel yang kebetulan terpaksa clash dengan pejuang Palestina di lapangan. Baru setelah 15 jam serangan Pejuang Palestine, pemerintah Israel memanggil semua tentara cadangan dan mengorganisasi untuk perang. Bagaimanapun terbunuhnya Komandan Nanal Brigade infantri, Jonathan Steinberg, mengindikasikan reaksi spontan, memancing agar pasukan segera dikumpulkan dan tampaknya, terlibatnya Brigade Nahal melawan pejuang Palestina bukan karena perintah dari General Staff.

IDF telah menentukan target dan tujuan perang, menghabisi perlawanan Gaza dengan blokade dan bumi hangus. Namun IDF masih bertanya-tanya dan belum yakin apakah bisa masuk Gaza. Perang di lapangan terbuka dan di pemukiman kota sangat berbeda. Upaya tentara darat Zionist yang akan masuk Gaza pasti akan memakan banyak Korban di kedua belah pihak. Apalagi jika pejuang Palestine juga bisa mengaktifkan drone-drone mereka, ini akan mengakibatkan banyak jatuh korban personil dan peralatan militer. Namun Israel tidak ada pilihan lain jika ingin menghancurkan pejuang Palestina dan mengontrol penuh Gaza, artinya jika berhasil, jalur Gaza akan masuk wilayah Israel secara langsung seperti mimpi Israel. Kemungkinan kecil tentara Zionist siap dengan gelar ground battle dengan pejuang Palestine yang lebih siap secara moral. Ribuan korban berjatuhan di pihak Israel terutama personil militer dan polisi, begitu juga ribuan korban sipil dipihak Palestina akibat pengeboman membabi buta di Gaza.

Dalam Operasi Badai Al-Aqsa, Palestine Resistance Forces bisa dibilang naik pangkat, mereka memiliki organisasi pasukan unit intelligent, komando darat, laut, udara/missile command, drone command, cyber command dan air defence command yang agak-agak mirip dengan organsiasi IRGC Iran meski skalanya tentu lebih kecil tapi sudah benar dalam membangun structure organisasi militer merespond perang modern dan tampak hasilnya di fase awal operasi ini.

USA dan Hezbollah saling memperingatkan untuk tidak terlibat perang di Palestina saat ini, karena keterlibatan salah satu akan memancing yang lain, namun sepertinya keterlibatan mereka tidak bisa dielakkan melihat eskalasi di lapangan. Bantuan amunisi dari luar untuk Israel mulai mendarat dan percikan api di perbatasan wilayah utara pendudukan Israel mulai muncul. Melihat trend eskalasi, fase kedua dari Operasi Badai al-Aqsa akan melebar dan keterlibatan sekutu Israel dalam memasok personil dan amunisi akan menjadi justifikasi axis of resistance  di kawasan untuk mentarget militer USA atau NATO demi membantu Palestina.[]

Sumber : Telegram

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *