Evakuasi Paksa di RS Al-Shifa Para Dokter Meninggalkan Pasien Terluka dan Terkapar tak Berdaya

Foto : Kondisi pasien yang demikian mengenaskan, meski begitu tentara penjajah israel memerintahkan dokter dan pasien untuk segera di evakuasi Paksa. (Manar)

Resistensi.id – Rumah Sakit Al-Shifa, fasilitas medis penting di Kota Gaza, terpaksa melakukan evakuasi, meninggalkan sejumlah besar pasien yang terluka dan lima dokter yang berdedikasi.

Pemandangan yang terjadi baik di dalam maupun di luar rumah sakit digambarkan sebagai sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya dan mengerikan, karena parahnya kondisi pasien menimbulkan tantangan dalam menemukan rumah sakit alternatif atau tempat perlindungan yang aman bagi mereka.

Media lain memberitakan para pasien amputasi terus mengalami pendarahan lukanya,  dan tidak ada waktu mengubur mayat-mayat sehingga dibiarkan menggelembung dan berbau.

Menambah urgensinya, Kementerian Kesehatan Gaza telah melaporkan bahwa bayi prematur masih berada di rumah sakit, menghadapi kondisi yang mengerikan akibat pengepungan Israel yang diberlakukan di Jalur Gaza.

Kurangnya listrik, kelangkaan bahan bakar, dan menipisnya oksigen membuat inkubator mereka tidak berguna, sehingga memperburuk situasi yang sudah kritis. Anggota keluarga terpaksa membawa anak-anak atau orang tua mereka yang terluka dengan berjalan kaki saat mereka memulai perjalanan yang sulit menuju tempat yang aman.

Baca : WHO Mengirim misi kemanusiaan gabungan yang berisiko tinggi ke Rumah Sakit Gaza

Pasukan pendudukan Israel yang menyerang tidak menyediakan sarana transportasi atau bahan bakar untuk ambulans atau kendaraan apa pun untuk membantu pemindahan pasien, bayi prematur, dan keluarga pengungsi selama evakuasi paksa.

Sebelumnya, pasukan pendudukan Israel mengeluarkan ultimatum satu jam untuk mengevakuasi Kompleks Medis Shifa di Kota Gaza, sehingga para dokter, pasien, dan pengungsi memiliki waktu terbatas untuk meninggalkan kompleks tersebut.

Situasi kemanusiaan di Kompleks medis Shifa telah mencapai tingkat bencana, dengan pasien yang meminta makanan dan mengalami rasa sakit yang luar biasa, sementara para pengungsi memiliki akses terbatas terhadap kebutuhan dasar.

Sumber : Almanar

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *