AS Mengaku Kewalahan Hadapi Rudal Houthi Yaman

Foto : Kapal dagang Marlin Luanda setelah dihantam oleh rudal anti-kapal oleh Angkatan Laut Yaman di Teluk Aden.(REUTERS)

Resistensi.id – Komandan Armada Kelima Amerika Serikat (AS), Laksamana Madya Brad Cooper, mengakui bahwa pihaknya memiliki tugas sulit dalam menghentikan rudal yang ditembakkan oleh angkatan bersenjata Angkatan Laut Ansarallah Houthi di Laut Merah.

Menurut Cooper, dibutuhkan waktu kurang dari 75 detik bagi sebuah rudal Houthi sejak ditembakkan hingga mencapai sasarannya, yang rata-rata menargetkan kapal-kapal Israel atau Amerika di perairan tersebut.

Hal ini membuat militer AS, yang ditempatkan di Laut Merah dan selat Bab Al-Mandab, hanya memiliki waktu sekitar 9 hingga 15 detik untuk mengambil keputusan mengenai penembakan rudal atau drone.

“Ada waktu sekitar 75 detik antara saat rudal tersebut diluncurkan dan saat rudal tersebut akan mengenai sesuatu. Oleh karena itu, kapten kapal perusak memiliki waktu sekitar 9 hingga 15 detik untuk mengambil keputusan apakah akan menembak jatuhnya,” kata Cooper dalam sebuah wawancara dengan CBS News pada Senin (29/1/2024).

“Tidak ada yang pernah menggunakan rudal balistik anti-kapal. Dan tentu saja, pelayaran komersial jauh lebih sedikit dibandingkan kapal Angkatan Laut,” katanya.

Sama seperti pejabat militer dan politik AS lainnya, Cooper juga menuduh Iran memberikan informasi intelijen yang dibutuhkan Ansarallah untuk menargetkan kapal-kapal Israel dan AS, namun tanpa memberikan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya.

Iran adalah bagian dari apa yang dikenal di Timur Tengah sebagai ‘Poros Perlawanan’, yaitu sekelompok aktor politik negara dan non-negara yang menentang pendudukan Israel di Palestina dan kehadiran militer AS di seluruh kawasan.

Selain Teheran dan Damaskus, mereka termasuk kelompok Hizbullah Lebanon, berbagai pasukan Perlawanan Palestina, Ansarallah di Yaman, dan Perlawanan Irak.

Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, Houthi telah bersumpah untuk memblokir akses bagi kapal Israel atau kapal lain yang menuju pelabuhan laut Israel, sampai Israel mengakhiri perangnya terhadap Palestina.

Namun, alih-alih menekan Israel untuk menghentikan perang, AS malah membentuk koalisi militer yang dikenal sebagai Penjaga Kemakmuran dan, mulai tanggal 12 Januari, mulai membom sasaran-sasaran Houthi di Yaman.

Namun, serangan AS dan Inggris di Yaman hanya memperburuk situasi, memaksa Houthi memperluas daftar sasarannya. Sejak itu, situasi di Laut Merah semakin memburuk.

Sumber : CBS News

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *