Hari Tanah Palestina: Perlawanan Terhadap Perampasan Tanah dan Genosida!

Foto: La Via Campesina (sebuah gerakan petani transnasional) mengeluarkan tuntutan tegas agar genosida yang dilakukan Israel terhadap Rakyat Palestina segera dihentikan.(HI. ID)

Resistensi.id – Setiap tahun pada tanggal 30 Maret, Rakyat Palestina memperingati Hari Tanah, atau Yom al-Ard, mengenang peristiwa 30 Maret 1976. Pada saat itu Rakyat Palestina melakukan pemogokan umum dan mengorganisir demonstrasi massal untuk memprotes perampasan tanah mereka oleh Israel. Enam orang Rakyat Palestina yang tidak bersenjata dibunuh dan lebih dari 100 orang terluka oleh pasukan Israel selama protes terhadap perampasan tanah Palestina oleh Israel.

Selama ratusan tahun, keluarga-keluarga Palestina hidup dengan pohon zaitun – di depan pintu rumah mereka, dalam puisi mereka, dan di setiap generasi baru yang lahir. Demikian pula, ketika pohon-pohon ini menjadi sasaran, rasa sakitnya juga ikut dirasakan.

Hari Tanah adalah protes politik berskala besar pertama yang diselenggarakan oleh Rakyat Palestina dan ditanggapi dengan penindasan yang kejam. Apropriasi atau perampasan tanah seperti ini telah menjadi ciri Israel sejak negara ini didirikan. Hal ini berlanjut hingga sekarang di kedua sisi Garis Hijau dan merupakan bukti positif kesenjangan antara orang Arab dan Yahudi di mana pun “antara sungai dan laut”. Israel harus mengakui kisah sebenarnya tentang bagaimana hal itu terjadi, dan bahwa mereka memikul tanggung jawab atas peristiwa Nakba.

Dari Perampasan Tanah Ke Genosida

Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS) pada tahun 2021 mengeluarkan pernyataan yang menyoroti wilayah yang dirampas oleh Israel sejak berdirinya negara Yahudi yang memproklamirkan diri pada tahun 1948. Menurut biro tersebut, orang Yahudi hanya menguasai 6,2% tanah di Palestina di bawah mandat Inggris (1920-1948). Tahun 2021, Israel menguasai sekitar 27.000 meter kubik tanah, yang merupakan 85% dari sejarah Palestina.

Mahkamah Internasional (ICJ) telah memerintahkan Israel untuk mengambil langkah-langkah tambahan, termasuk “penyediaan tanpa hambatan” berupa kebutuhan dasar dan bantuan kemanusiaan, seiring dengan berlanjutnya perang genosida yang dilakukan oleh Pendudukan selama enam bulan. IJC mencatat bahwa sejak keputusannya pada 26 Januari, Israel telah membunuh lebih dari 6.600 orang di Gaza dan melukai 11.000 lainnya. Mengingat bahwa langkah-langkah sementara yang diambil tidak mengatasi perubahan situasi di Gaza – termasuk “tingkat kerawanan pangan yang belum pernah terjadi sebelumnya” dan meningkatnya risiko epidemi – ICJ menyimpulkan bahwa keputusan awal harus diubah.

Pada tanggal 6 Maret, Afrika Selatan menyatakan bahwa warga Gaza tidak lagi berada pada “risiko kematian akibat kelaparan,” dan mencatat bahwa setidaknya 15 anak telah meninggal karena kelaparan pada minggu menjelang pengajuan proposal tersebut. Hingga tanggal 29 Maret 2024, Pengadilan telah mengeluarkan perintah kepada Israel untuk “memastikan” “penyediaan tanpa hambatan” bantuan kemanusiaan, karena 31 orang telah terbunuh termasuk 27 anak-anak yang meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi, akibat kelaparan yang disengaja di Gaza.

Gerakan Perlawanan Genosida Israel oleh Masyarakat Sipil Global

La Via Campesina (sebuah gerakan petani transnasional) mengeluarkan tuntutan tegas agar genosida yang dilakukan Israel terhadap Rakyat Palestina segera dihentikan. Saat memperingati 48 tahun Hari Tanah Abadi, dunia memperingati dengan sungguh-sungguh di tengah kampanye pemusnahan brutal yang sedang berlangsung yang dilakukan oleh pasukan pendudukan Israel. Serangan genosida yang sebagian besar melanda Jalur Gaza, menurut La Via Campesia menunjukkan bahwa setiap aspek kehidupan, setiap sumber pendapatan, dan pilar-pilar fundamental infrastruktur sosial sedang diserang secara langsung.

Pada tanggal 15 Maret 2024, Rakyat Palestina di Palestina dan di pengasingan menyusun pernyataan yang menyerukan “persatuan tanah, rakyat, dan perjuangan”. Diterbitkan di Mada Masr, deklarasi tersebut menyatakan bahwa pembebasan sudah dekat, sehingga perjuangan kolektif menjadi lebih relevan saat ini dibandingkan sebelumnya. Di Gaza, masyarakat “menunjukkan jalan kepada dunia, mendapatkan kembali hak memilih dan memajukan perjuangan untuk kehidupan yang lebih baik, tidak hanya di Palestina tetapi juga di luar Palestina”.

Sampai 30 Maret 2024 ini Rakyat Palestina di Gaza masih menolak untuk pergi; mereka tetap berkomitmen terhadap tanah mereka, tanah ayah dan kakek mereka. Mendiang penyair Palestina, Mahmoud Darwish, mengartikulasikan Hari Tanah ketika dia berkata, “Pada bulan Maret, tahun Intifada, tanah tersebut menceritakan kepada kita rahasia kekerasannya.”

Gerakan rakyat dan partai kelas pekerja di seluruh dunia memperingati Hari Tanah sebagai upaya Rakyat Palestina untuk terus melakukan perlawanan terhadap perampasan tanah dan genosida. Majelis Rakyat Internasional (IPA), yang mewakili organisasi politik dan gerakan masyarakat di lima benua, menyerukan mobilisasi besar-besaran di seluruh dunia untuk memperingati Yawm al-Ard (Hari Tanah)—hari untuk merayakan perjuangan Rakyat Palestina melawan penjajahan.

Menurut CODEPINK (organisasi feminis akar rumput yang bekerja untuk mengakhiri peperangan dan imperialisme AS, mendukung inisiatif perdamaian dan hak asasi manusia, dan mengalihkan sumber daya ke layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan ramah lingkungan, dan program-program lain yang menguatkan kehidupan); Gaza menghadapi kelaparan, rumah sakit dikepung, ancaman invasi darat di Rafah semakin dekat, dan Israel terus melakukan serangan terhadap lebih dari 2 juta warga Palestina di Jalur Gaza. Gerakan massa untuk Palestina telah menyebabkan terkucilnya AS dan Israel di kancah dunia. Dengan meningkatnya perpecahan internal dan meningkatnya tekanan politik terhadap Israel dan Amerika Serikat, inilah saatnya untuk bertindak lebih keras lagi. Mobilisasi massa pada saat ini bisa lebih menentukan dari sebelumnya, dan masyarakat sipil global harus menunjukkan kekuatan penuh sekarang untuk memastikan gencatan senjata permanen dan diakhirinya pengepungan di Gaza.

Penutup

Serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 sampai dengan Perayaan Hari Tanah Palestina, adalah sebuah momentum untuk melakukan Intifada Global. Sebuah gerakan perlawanan terhadap rezim Zionisme yang masih mempraktikkan secara langsung kolonialisme-imperialisme. Front perlawanan global tidak lagi hanya dengan isu tersebut, namun harus diperluas dan diperbesar menjadi front anti genosida global. Ketika perlawanan tidak cukup dalam interaksi legal formal antar negara bangsa dan organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maka seluruh aspek dan lapisan masyarakat di seluruh penjuru dunia dalam berbagai tingkatan (lokal, nasional dan internasional), harus membentuk blok historis dalam perjuangan bersama Rakyat Palestina dalam Intifada Global.

Sumber Bacaan:
https://www.aljazeera.com/news/2024/3/30/land-day-what-happened-in-palestine-in-1976

https://www.palestine-studies.org/en/node/1651113
https://www.thenationalnews.com/opinion/comment/2024/03/29/land-day-israel-palestine-nakba-gaza/
https://www.aa.com.tr/en/middle-east/israel-seizes-85-of-land-in-west-bank-palestine/2192965#
https://www.codepink.org/la330

Penulis: Virtuous Setyaka (Dosen Hubungan Internasional Universitas Andalas)

Email: [email protected]

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *