Foto: PM Keir Starmer dari Partai Buruh telah berjanji untuk membawa perubahan untuk Inggris setelah meraih kemenangan telak atas Partai Konservatif.(afp)
Resistensi.id – Perdana Menteri(PM) Inggris yang baru Keir Starmer berbicara via telepon dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu. Dengan Abbas, Starmer membahas soal pengakuan terhadap negara Palestina yang disebutnya sebagai “hak yang tidak bisa disangkal”.
Sedangkan dengan Netanyahu, Starmer menyebut gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza menjadi “kebutuhan yang jelas dan mendesak”.
Starmer berbicara via telepon dengan Abbas dan Netanyahu pada Minggu (7/7) waktu setempat. Dalam percakapan telepon itu, Starmer pada dasarnya membahas hal yang tidak jauh berbeda, yakni soal mewujudkan gencatan senjata di Jalur Gaza.
Namun secara khusus, menurut juru bicara Downing Street atau kantor PM Inggris, Starmer membahas soal komitmen negaranya dalam mengakui negara Palestina sebagai bagian dari proses yang menghasilkan solusi dua negara berdampingan dengan Israel.
Starmer menyebut pengakuan bagi negara Palestina merupakan “hak yang tidak bisa disangkal bagi rakyat Palestina”.
“Perdana Menteri memberikan informasi kepada Presiden Abbas mengenai prioritas-prioritas mendesaknya, termasuk mengamankan gencatan senjata, pemulangan para sandera, peningkatan dan percepatan bantuan kemanusiaan, dan dukungan keuangan untuk Otoritas Palestina,” demikian pernyataan yang dirilis kantor PM Inggris.
“Membahas pentingnya reformasi, dan memastikan legitimasi internasional bagi Palestina, Perdana Menteri mengatakan bahwa kebijakannya sejak lama soal pengakuan untuk berkontribusi pada proses perdamaian tidak berubah, dan itu adalah hak rakyat Palestina yang tidak bisa disangkal,” imbuh pernyataan itu.
Menurut kantor berita Palestina, WAFA News Agency, Abbas menekankan pentingnya Inggris mengakui negara Palestina secara resmi saat berbicara via telepon dengan Starmer.
Palestina telah diakui sebagai negara yang berdaulat oleh lebih dari 140 negara, dengan Irlandia, Spanyol dan Norwegia menjadi negara-negara Eropa terbaru yang memberikan pengakuan resmi pada akhir Mei lalu.
Sumber:Al Jazeera